Melanjutkan bagian ke-2, bagi generasi milenial
dan Z, apakah mereka dalam mencari kerja, karena terpaksa ataukah karena tidak
adanya pilihan lain, ataukah memang pemikirannya, out of the box?
Pekerja Mandiri yang Independen (Bagian 2) |
Mereka ini dalam Bahasa ‘Kyai Bisnis’ dari
Amerika Mr. Keith Cunningham yang menemukannya, masuk kuadran Self Employee alias
Pekerja Mandiri.
Maka bidang-bidang baru yang tidak ada di
generasi Baby Boomers dan Generasi X, di Generasi Y alias Milenial,
sudah menjadi jamak.
Beberapa di antaranya adalah Content Creator,
Instagramer, FB-ker, Youtuber dll.
Belum lagi mereka yang suka dunia Coding
masuk ke ranah Technology seperti : Hipster, Hustler, dan Hacker.
Dan itu semua legal dan cool (keren)
serta kekinian.
Tetapi ada sebuah paradoks ketika kita membahas
output perguruan tinggi.
Menurut data terakhir, pengangguran terdidik
tingkat menengah dan tinggi, SMA dan Sarjana meningkat cukup tajam di banding
lulusan SD dan SMP.
Lulusan SD dan SMP tersebut terbantu
mendapatkan pekerjaan dengan adanya Aplikator seperti Gojek dan Grab.
Disinilah akhirnya, kita tidak bisa lagi
menggantungkan terlalu banyak harapan ke orang lain.
Kita harus mandiri, menjadi pekerja mandiri
yang independen.
Pertanyaannya, bagaimana agar kita bisa survive
di era Distrupsi teknologi saat ini?
Kolaborasi-Pemberdayaan-Independen
Nasionalis
Suka atau tidak, yang namanya persaingan sudah
menjadi jamak dalam kehidupan kita.
Apalagi jika kita hidup di luar negeri, dimana
persaingan bukan hanya antar sesama orang Indonesia, tetapi antar bangsa.
Mau tidak mau, suka tidak suka kita mesti tetap
menancapkan identitas kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Maka dari itu, semangat nasionalisme perlu kita
kembangkan tinggi-tinggi di angkasa percaturan global.
Paling tidak ada 3 tahapan yang perlu kita
tanamkan :
1. Kolaborasi (bekerja untuk belajar)
Kalo dulu kepemilikan.(owning) menjadi
dasar dalam kita berusaha, tetapi hari ini bergeser ke berbagi (sharing)
dalam semangat kolaborasi.
Tidak semua itu harus kita punya, tetapi bisa
kita guna dan manfaatkan seoptimal mungkin.
Maka, jikapun kita harus 'magang' dahulu ke
tempat lain, pastikan kita bisa memenuhi : Impian, Pendapatan, Ilmu, Network,
dan Karir pertama kita.
Jadi sejatinya, kita bekerja untuk belajar.
Saya sendiri perlu waktu 3 tahun 'belajar' di
dunia perbankan dan 6 tahun 'belajar' di dunia pengembangan diri (self
development) sebelum akhirnya memberanikan diri untuk menjadi Pekerja
Mandiri yang Independen.
Saat ini, sudah cukup banyak bertebaran ilmu
keren berbasis kursus yang langsung bisa diterapkan.
Misalkan, Akademi Sales, Akademi Kuliner,
Akademi Sosmed dan akademi-akademi lain, yang secara formal perlu waktu 3
tahun, tetapi cukup di tempuh selama 3 bulan (non gelar akademis, tapi gelar
profesi dan profesional yang kompeten di akui negara ala BNSP/Badan Nasional
Sertifikasi Profesi).
2. Pemberdayaan (Pekerja Mandiri yang
punya jabatan/project terukur)
Setelah berkolaborasi dari sisi keilmuan, maka
bagi yang sudah siap bisa langsung take off ke dunia nyata.
Bagi yang masih harus memperdalam ilmunya, bisa
kembali 'magang' dan di bayar layaknya profesional di sebuah perusahaan.
Mungkin opsi bagi hasil cukup layak di
perhitungkan.
Misal profesi seperti agen asuransi, agen
properti, agen kuliner di TV swasta, presenter di acara-acara hiburan bisa
menjadi alternatif.
Di usaha berbasis kolaborasi (Syirkah)
pun, ada istilah para Pengelola Lokal dan Pengelola Pusat.
Pengelola lokal buat sistem ala Waralaba, jadi
mereka yang mengoperatori sebuah usaha, misal Minuman Segar Indonesia sebagai
sebuah brand.
Disini, bisa terjadi percepatan dalam usaha ketimbang
harus memulai usaha dari nol.
Kenapa?
Karena sudah ada sistem yang berjalan.
Tinggal ikutin Proses dan SOP, Insya
Allah target dan impian kita lebih cepat terwujud.
3. Independen Nasionalis (punya sistem di
bisnis dan investasi)
Dunia Entrepreneur dan Investor
itu berkaitan satu sama lain.
Entrepreneur
pengelolanya, investor pemodalnya.
Seperti Qirad dan Syirkah
ala Rasulullah Muhammad SAW.
Bagaimana seorang Siti Khadijah (investor)
berkolaborasi dengan Muhammad Ibn Abdullah (entrepreneur) dalam menjalankan
usaha antar bangsa, dari Makkah ke Syam (daerah sekitaran Palestina sekarang).
Bisa di awali punya merek sendiri, lalu
berkembang dan akhirnya bisnis tersebut proven.
Bisa juga, dari bisnis yang sudah proven
(terbukti OCF+), lalu melakukan Scale Up dengan cara Syirkah
Berjama'ah ala Abdurrahman Ibn Auf.
Satu orang pebisnis yang dapat dipercaya dan
tekun, bahasa bisnisnya Profesional dan Akuntabel, bisa mengajak orang lain
untuk sukses Berjama'ah.
Walau secara konteks berbeda, tetapi secara akuntabilitas,
Korporatisasi bisa dijadikan benchmark buat usaha yang sustainable dari
waktu ke waktu, dari zaman ke zaman.
Kita lanjut ke bagian 3 ya…
Hari 'Soul' Putra
Managing Director WealthFlow 19 Technology
www.P3KCheckUp.com
Founder IBC/Indonesian Business Community
Motivator Keuangan
#PekerjaMandiriYangIndependenDalamIramaEntrepreneurDanInvestorBagian2
#MotivatorKeuangan
#SpiritualFinance
#KetenanganKeuangan
#MotivasiKeuangan
#TerapiKeuangan
#TerapiCashFlow
#MengaturPendapatan
#HariSoulPutra
#ManajemenKeuangan
Managing Director WealthFlow 19 Technology
www.P3KCheckUp.com
Founder IBC/Indonesian Business Community
Motivator Keuangan
#PekerjaMandiriYangIndependenDalamIramaEntrepreneurDanInvestorBagian2
#MotivatorKeuangan
#SpiritualFinance
#KetenanganKeuangan
#MotivasiKeuangan
#TerapiKeuangan
#TerapiCashFlow
#MengaturPendapatan
#HariSoulPutra
#ManajemenKeuangan